Sulutexpres.com-Partai politik (Parpol) yang tidak punya cukup kursi DPRD terpaksa harus melakukan kerjasama politik alias koalisi dengan Parpol lain untuk mengusung pasangan calon dalam Pilkada 2024.
Diketahui, sesuai Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, mengatur bahwa Parpol yang berhak mengajukan calon kepala daerah adalah Parpol yang memiliki jumlah kursi DPRD minimal 20 persen hasil Pemilu sebelumnya.
Jika kursi Parpol hasil Pemilu tidak mencukupi maka berdampak pada tidak terpenuhinya syarat Parpol dalam mengajukan pasangan calon.
Namun, Undang Undang Pilkada tetap membuka ruang bagi Parpol yang tidak memiliki kursi di DPRD sebanyak 20 persen namun wajib berkoalisi dengan Parpol lain sampai ambang batas 20 persen kursi tercapai.
Meskipun demikian, menurut Pakar Tata Kelola Pemilu, Ferry Daud Liando, penggabungan beberapa Parpol dalam mengusung pasangan calon kepala daerah sah menurut undang-undang, namun diperlukan langkah antisipasi pada proses penyelenggaraan pemerintahan daerah jika kelak pasangan yang diusung oleh dua atau lebih parpol itu menang dan berkuasa.
Pengalaman selama ini kepala daerah yang berasal dari parpol berbeda dengan parpol pengusung wakil kepala daerah kerap mempengaruhi dinamika pemerintahan.
“Sebagian besar terjadi konflik di awal pemerintahan sampai akhir periode jabatan,” jelas Ferry Liando kepada wartawan di Manado, Jumat (26/7/2024).
Dosen politik FISIP Unsrat ini menambahkan, konflik sering terjadi karena tim sukses atau elit Parpol pendukung kepala daerah memiliki kepentingan yang berbeda dengan tim sukses dan elit parpol pendukung wakil kepala daerah.
Kepentingan itu adalah memasukan kerabat-kerabat dekat pada jabatan struktural pemerintah ataupun dugaan pengkaplingan proyek-proyek pemerintahan.
“Jika terjadi alokasi pendistribusian yang tidak merata, maka hal itu memicu konflik kepala daerah dan wakil kepala daerah,” tukas Liando.
Kata dia, rawan konflik biasanya terjadi 6 bulan setelah pelantikan keduanya. Kenapa demikian, karena setelah 6 bulan pelantikan baru dilakukan pembahasan perencanaan kegiatan-kegiatan pemerintahan termasuk telah diperbolehkannya melantik pejabat struktural pemerintahan.
Konflik pasangan kepala daerah semasa menjabat akan sangat menghambat pembangunan daerah.
“Ujung-ujungnya rakyat akan di rugikan, karena pasangan pimpinan daerah yang tidak harmonis, tidak akan efektif mengurus rakyat karena pasti hanya akan sibuk mengurus konfliknya,” pungkas Ferry Liando yang juga Dekan FISIP Unsrat ini.
(Roso/*)