Ini Program Prioritas BPPW Sulut di Tahun 2023-2024

SULUT, SulutExpres.com – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Ditjen Cipta Karya melalui Balai Prasarana Permukiman Wilayah Sulawesi Utara (BPPW Sulut), memaparkan program prioritasnya di Tahun 2023 hingga 2024. Dalam konteks itu BPPW Sulut terus melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah.

Perihal kunjungannya di Sulawesi Utara beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo mengisyaratkan untuk melanjutkan pembangunan Malalayang Beach Walk (MBW) 2 Kota Manado, dan menginstruksikan perbaikan Pasar Airmadidi di Kabupaten Minahasa Utara.

Hal ini dibenarkan Kepala BPPW Sulut Ir. Komang Raka Mahartana M.A.P. kepada media, di kantornya, Selasa (14/03/2023).

“Pak Presiden meminta pasar Airmadidi itu diperbaiki karena kumuh, saya sudah berkomunikasi dengan pak Bupati Minahasa Utara Joune Ganda. Beberapa kali juga kita lakukan rapat bersama Sekda Kabupaten Minut. Kita sampaikan, kalau kita bangun pasar Airmadidi tapi lingkungannya tidak kita bangun sama saja kita menambah fungsi layanan. Membesarkan pusat keramaian, tapi akan menjadi pusat kemacetan, kalau jalannya tidak dilebarin,” kata Komang.

“Kalau yang di depan pasar itu pak Bupati nggak bisa bebasin, saya tidak punya lanscaping, analisis dampak lalu lintasnya nggak akan kacau, mending kita pelan-pelan tapi Tahun 2023 ini pasti kita bangun. Cuman perencanannya kita lebih telaten sehingga benar-benar logging timenya berkurang. Misalnya mobil pick up itu untuk turunkan sawinya dari Tomohon dia butuh 30 menit, sekarang bisa nggak 5 menit sehingga bisa lebih cepat. Terus pasarnya lebih bersih, lebih nyaman, tata udaranya lebih bagus, tata lalu lintasnya lebih bagus, disitu memerlukan kawasan yang lebih luas,” sambungnya sembari menambahkan Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara cepat merespon usulan itu.

Untuk Kota Manado, lanjut Komang, siapapun Kepala Balai yang nanti akan menggantikan dirinya, masih memliki Pekerjaan Rumah terkait dengan air minum.

“Tapi sekarang saya belum bisa ada investasi air minum, mengingat 75 persennya masih dalam sengketa atau masih belum jelas hitam putihnya dan sudah di Pemkot atau belum. Kota manado Ibu Kota provinsi dengan 500 ribu jiwa lebih, pelayanan air minumnya yang ber pipa PDAM hanya sekitar 25 persen dan itu tidak terlalu bagus dan banyak yang jaringan lama. Saya sebagai orang APBN tidak bisa banyak membantu, kalau itu legal saya bisa bantu,” tukasnya.

Dia menambahkan, Selain itu di Kota Manado juga mungkin Balainya akan membangun jaringan limbah perkotaan.

“Akan kita teruskan ideal yang ada di Boulevard karena ada IPAL. Limbah yang masuk diantaranya ideal secara sistem tidak, secara fisik tidak, dia ideal akibat business plannya tidak bagus. Waktu membuat itu. Siapa pun pengelolanya dia akan rugi karena sambungan rumahnya tidak banyak yang komersial, banyak rumah tangga yang di seberang boulevard low income, yang bayar Rp10 ribu atau Rp5 ribu per bulan tidak cukup untuk menggerakan operasionalnya, sehingga tekorlah dia dan itu dikelola PDAM pula,” ungkapnya.

“Sistem nggak ada masalah, itu rusaknya karena berkarat IPAlnya. Nah sekarang saya diperintahkan untuk membangun itu. Tapi kami sekarang hitung ke business plannya dan harusnya kita mendapat pelanggan komersial (Boulevard semua), plus 7 hotel yang ada disana. Sebab Hotel itulah yang mampu bayar nanti. Misalnya menginap di hotel Rp500 ribu, sebenarnya Rp490 ribu dan Rp10 ribu bayar air limbah, kalau hotel yang lebih ngetop lagi itu Rp15 ribu bayar air limbahnya,” tambahnya.

“Sehingga business plannya masuk. Begitu dikelola PDAM maka PDAMnya nggak rugi. Karena kalau dia mau berkembang harus kasih untung ke perusahaan daerahnya. Anggaplah dia untung perbulan Rp100 juta dari Hotel Ibiz, Hotel Four Points, dan lainnya itu bayar semuanya. Masuk ke kas daerah, dia bisa pake pengembang jaringan itu, tambah sambungannya lagi, maka berkembang prasarananya itu. Jadi apapun yang kita bantu itu harus mampu dikelola dan tidak memberatkan APBD,” paparnya.

Kota Manado mungkin Tahun 2024, kata dia, BPPW Sulut akan bikin Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) di Mamitarang.

“Tetap ada TPA tapi hanya menampung 10% saja, dari sampah yang tidak berdaya guna. Yang lainnya akan kita recycle (olah) jadi cacahan PE, batu arang, minyak, jadi pupuk, energi, dan macam-macamlah. Kira-kira sisa 5 hingga 10 %, maka TPA itu bisa ratusan tahun dan nggak perlu penuh. Nanti di satu kita bakar (sampah) habis yang lainnya kita jual ke yang butuh siapa yang butuh bricket bahan bakar. Kan banyak pabrik yang butuh seperti pabrik peleburan timah, pabrik semen, itu kita jajaki marketnya,” urainya.

“Jadi nanti TPST Regional akan digabung dengan TPA Regional Mamitarang. Jadilah nanti kita akan punya TPA dipakai oleh 4 Kabupaten Kota yang jadi TPA free energy, zero waste. Kalau masukan sampah semua disana nggak akan keluar lagi, tapi yang keluar itu berupa duit cacahan bricket, cacahan PE, pupuk. Plastik-plastik kresek diolah juga akan jadi BBM. Dan tidak akan banyak alat berat, tapi yang ada adalah mesin pengolah sampah dan energinya itu gratis,” sambungnya.

“Siapa yang mengelola itu nanti kita siapkan. Untuk domain terbesar memang sampah Manado karena ada 500 ribu jiwa. Kalau Bitung cuman dua Kecamatan, Minut itu semua Kecamatan. Jadi yang ngelola itu kemungkinan sebuah lembaga dengan bendahara penerimaan di Pemprov Sulut, apakah Dinas PU atau DLH manalah yang paling siap untuk berubah, bisa UPTD atau BLU. Pusat daerah Provinsi ini mungkin saja dia hanya regulator, tetap yang bergerak di bawah itu vendor-vendor, misalnya ada vendor pupuk dan juga harus mengerti marketnya. Dibelakang itu pak Gubernur Olly Dondokambey juga harus buktikan Pergubnya tentang proporsi penggunaan pupuk organik untuk seluruh Sulawesi Utara. Karena dengan begitu pupuk sampah ini akan laku,” ucapnya.

Diutarakannya, BPPW Sulut juga mungkin ditugaskan terkait tata kelola Bunaken, dimana itu ada melibatkan tiga Kementerian.

“Didalamnya Dirjen Perhubungan Darat karena dia harus ada dermaga-dermaga. Terus juga ada KLHK. Sayangnya KLHK ini konsentrasinya di Konservasi terutama karang dan bakau dan bukan infrastruktur. Tapi penduduk Manado sudah ada desa disana yang Kecamatan Kepulauan Bunaken. Kan administratifnya ada. Jadi kami hanya ingin memastikan yang darat itu siapa yang mengelola dan laut siapa yang mengelola,” pungkasnya.

“Terus tempat parwisata bunaken ini bisa menampung berapa wisatawan dan harus distaging jumlahnya. Agar daya dukung dia tidak menghancurkan karang laut dan sebagainya, kalau terlalu ramai bisa hancur karang lautnya. Kalau misalnya ada 1000 bule maka harus disiapkan 300 penginapan. Ada juga rakyat yang mendirikan wisma tapi standard wismanya seperti apa. Perlu Dinas Pariwisata disitu agar jelas. Mungkin di tempat itu ada shower air panas, closet duduk, sehingga betah wisatawan mancanegara di situ,” lanjutnya.

“Kemarin, Satker saya ke Dirjen Perhubungan Darat dan meminta dermaga-dermaga yang goyang itu dirobohkan ganti yang baru. Terus bakaunya mau ditanam dimana lagi. Ada juga penangkaran penyu disitu tapi dikelola oleh tidak profesional, sangat konvensional. Mungkin hanya 20 atau 30 penyu, dan kenapa penangkaran penyu tidak dengan kapasitas 3000?, sehingga kita bisa datangkan investor dari luar negeri dan manapun yang ingin bergerak disitu. Sebab itu akan menjadi tempat tujuan wisata. Bakau-bakau itu bisa dikelola menjadi resto, cafe, mirip seperti yang ada di Bali. Dengan bangunan-bangunannya itu berbasis konservasi natural sehingga menjadi kawasan wisata juga,” bebernya.

“Idenya kami kerjakan saja. Nanti kalau sudah sepakat tiga Kementerian ini maka akan ada mana bagian Kementerian PUPR, mana bagian KLHK, dan mana Kementerian Perhubungan, barulah masuk ke Balai PPW Sulut. Selain itu Dirjen Perhubungan Darat juga akan merubah Terminal Malalayang dari Tipe C dinaikkan ke Tipe A. Karena dengan adanya Malayang Beach Walk (MBW) 2 nanti terminal mereka seperti teknologi zaman purbakala sehingga harus diredesain ulang. Apalagi pembangunan MBW 2 ini semuanya disitu ada seperti amfiteater dan lain sebagainya. Nah hal-hal itu sudah kita lakukan rapat koordinasi,” jelasnya.

Kemudian penataan Kota Manado, kata dia, BPPW Sulut dan Wali Kota Manado masih punya PR. Cuman so far penataan Kota Manado ini sudah sangat bagus dengan Kota-Kota yang lain, dilihat secara umum.

“Yang belum dan yang bisa dioptimalkan itu sebenarnya adalah master plan drainasenya. Sebenarnya untuk program di Manado ini tidak boleh banjir, kecuali banjir kiriman itu lain cerita. Kayak kemarin kita satu hari hujan itu ada 300 400 mm sehingga banjirlah kita, yang harusnya 2000 mm setahun rata-ratanya. Tapi tidak separah dulu karena sudah ada Bendungan Kuwil yang menampung 70%, kalau tidak tenggelam kita kemarin itu,” ujarnya.

“Karena sistem Kota Manado yang berkountur. Sebenarnya tugas sistem drainase itu hanya mengalirkan air secepatnya ke parit. Sistem kita secara umum di Kota-Kota Indonesia termasuk Manado. Begitu hujan kejut pertama itu air tidak cepat ke parit, dia masih menggenang di jalan. Nah sebenarnya  jalan itu sebelah kiri dan kanannya ada parit, tapi begitu hujan jalan tergenang. Masalahnya adalah karena airnya itu nggak ngalir ke parit, mungkin akibat elevasi, akibat trotoar ketinggian,” lanjutnya.

“Yang perlu kita lakukan sebenarnya hanya bikin parit melintang saja di jalan tersebut untuk menghubungkannya ke parit samping kanan dan samping kiri jalan. Jadi parit melintang ini di dalam tanah tapi tutupnya grendel besi bolong-bolong dan dikasih karet, dengan begitu hujannya cepat masuk ke parit. Tapi pekerjaan ini dilakukan oleh Pemkot Manado dan perlu aksi,” imbuhnya.

Selain itu, Komang menginformasikan, mungkin BPPW Sulut juga akan membangun Trikora Lembeh Kota Bitung.

“Apapun ceritanya, dulu itu adalah sejarah bangsa. Terus apakah kita bangun renov baru lalu tidak ada kehidupan, orang datang terus pulang. Saya bilang sama pak Gubernur saya nggak mau bangun hanya monumennya saja, saya ingin membangun tata kelola kawasannya menjadi Kawasan Pariwisata Trikora Pulau Lembeh. Tapi Pulau Lembeh itu harus kita bangun. Karena sudah ada Tol Manado-Bitung. Jangan orang nanti ke Trikora makan pisang goroho, makan ikan bakar, terus dia balik dan dia nggak nginap di pulau Lembeh. Jadi disitu mesti ada peran serta swasta membangun hotel. kita tanya lagi hotel apa yang boleh dibangun, ya minimal bintang tiga karena beda pelayanannya, nanti harus dibuat jalan karena ada hotel bintang tiga maka perlu jalan. Terus disana ada temburu karang, ada yang nyelam, ikan apa yang spesifik di Pulau Lembeh, itu harus kita tonjolkan, pun bakaunya dimana. Jadi orang kalau ada orang yang kesana (Bitung) bisa nginap sehari atau dua hari,” katanya.

Selebihnya, beber dia, kegiatan lain adalah fungsi pelayanan kegiatan dasar biasa Kabupaten dan Kota PDAM, OPOR barang-barang yang rusak yang mangkrak.

“Bahkan sebelum zaman Presiden  sekarang, kalau bisa diperbaiki dan difungsikan kembali. Nah untuk BPPW Sulut itu Bangunan Politeknik kan sudah, dari mangkrak kemudian jadi, dan sekarang itu sudah bagus. Ada juga bangunan rusak yang di Unsrat, itu juga nanti akan difungsikan lagi,” terangnya.

“Terus lainnya kegiatan yang berbasis masyarakat yang menjadi aspirasi Anggota Dewan dan itu menyebar di Kabupaten Kota. Adapun Sekolah Kepolisian itu baru tapi numpang di Mako Brimob. Jadi yang kami tidak masuk itu cuman drainase doang,” kuncinya.

(Egen)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *